Tanahdatar, Amakomedia.com – Lindungi anak-anak dari konten yang tidak sesuai, Lembaga Sensor Film (LSF) mengedukasi ribuah siswa SMA dan mahasiswa di Kabupaten Tanahdatat.
Edukasi dari LSF ini yang diadakan Kamis (24/10/2024) itu, yakni mengajak para siswa dan mahasiswa itu menjadi pelaku sensor mandiri.
“Ini sesuai dengan program kami yakni gerakan nasional budaya sensor mandiri, sehingga konten yang tidak sesuai bisa diatasi,” kata Ketua LSF, Naswardi
Gerakan nasional budaya sensor mandiri, sebutny ini adalah upaya LSF dalam menekankan pentingnya penyensoran film untuk melindungi anak-anak dari konten yang tidak sesuai.
Dia menjelaskan, sosialisasi tersebut dilakukan di seluruh Indonesia dan menyasar ke sekolah-sekolah dan perguruan tinggi.
“Hingga saat ini sudah ada sekitar 121 sekolah tempat yang dikunjungi LSF untuk meningkatkan literasi tontonan sesuai usia,” ucapnya.
Naswardi menyebut sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2014 tentang Lembaga Sensor Film, ada empat klasifikasi usia penonton untuk film.
Keempatnya adalah semua umur di atas 13 tahun, di atas 17 tahun, dan di atas 21 tahun.
Naswardi juga menyebut, dia juga siap untuk menjembatani pemerintah daerah dan bersedia hadir bila dibutuhkan dalam meningkatkan budaya di Tanahdatar ini.
Sebelumnya, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Tanahdatar, Yusrizal, mengatakan, sosialiasasi ini sebuah kesempatan berharga bagi daerahnya.
“Informasi berkaitan dengan sensor film, dan tayangan yang lebih edukatif dan mencerdaskan masyarakat khususnya di Tanahdatar,” kata Yusrizal.
Yusrizal menilai, tema yang dipilih oleh LSF pada sosialisasi ini merupakan tema yang sangat penting untuk diketahui oleh seluruh masyarakat.
“Karena kemajuan teknologi informasi, maupun makin berkembangnya industri perfilman di Indonesia, membuat masyarakat harus cerdas dalam memilah tontonan,” kata dia.
Yusrizal melanjutkan, mengutip dari berbagai sumber data yang didapatkan dari 41.000 an judul film, baru 2,8 persen yang telah disensor oleh LSF.
Ini, sambungnya, tentu menjadi perhatian serius, mengingat banyaknya film yang beredar dan potensi risiko yang ada.
“Belum lagi dari tayangan film itu, terdapat berbagai adegan yang tidak sesuai dengan karakter dan budaya bangsa,” kata dia. (*)