Padang, Amakomedia.com – Pemprov Sumbar kembali menegaskan komitmennya mencegah dan menertibkan aktivitas tambang ilegal di daerahnya.
Penegasan ini diungkapkan Gubernur Sumbar, Mahyeldi di Padang, Kamis (11/9/2025), saat menyikapi
hasil FGD bersama unsur Forkopimda Sumbar soal keberadaan tambang ilegal
Dalam FGD yang diadakan Rabu malam (10/9/2025) kemarin itu juga dihadiri seluruh pihak terkaitnya.
Menurutnya, persoalan ini tidak bisa dibiarkan karena selain berdampak negatif bagi lingkungan juga dapat merugikan masyarakat dan daerah.
“Lingkungan yang rusak akan membawa masalah berkepanjangan. Iita tidak boleh diam, harus bergerak bersama, menata dan menertibkannya,” tegasnya.
Mahyeldi menekankan, untuk percepatan penertiban tambang ilegal di Sumbar, pihaknya sudah menyurati Kementerian ESDM.
Selain itu, sebut Mahyeldi, pemprov juga berkomunikasi secara intensif dengan aparat penegak hukum.
“Sebab, penegakan hukum bukan kewenangan pemerintah daerah tapi merupakan ranah dari Ditjen Penegakan Hukum Kementerian ESDM dan Kepolisian,” ungkapnya.
Kepada pihak yang hendak melakukan aktivitas tambang, Mahyeldi mengimbau agar mereka melakukan pengurusan izin sesuai ketentuan yang berlaku.
Dikatakannya, Pemprov Sumbar saat ini juga dalam proses pengusulan pembentukan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) kepada Pusat.
“Harapannnya, dengan terbentuknya WPR, bisa menjadi solusi bagi kelestarian lingkungan dan ekonomi masyarakat lokal,” tutur Mahyeldi.
Sebab selama ini, saambungnya, banyak masyarakat menggantungkan hidupnya dari aktivitas tambang ilegal.
Mahyeldi menerangkan, WPR adalah wilayah pertambangan yang ditetapkan pemerintah untuk kegiatan usaha pertambangan rakyat.
Pengelolaannya dilaksanakan oleh masyarakat lokal atau koperasi melalui izin pertambangan rakyat (IPR).
“Tujuan WPR, bukan melegalkan kegiatan yang ilegal. Melainkan, menertibkan dan memberikan wadah kepada masyarakat lokal untuk menambang secara sah,” tukas dia.
Selainnya, WPR juga memastikan mereka melakukan aktivitas sesuai dengan aspek keselamatan dan lingkungan.
Kepala Dinas ESDM Sumbar, Helmi Heriyanto mengungkap aktivitas Penambangan Tanpa Izin (PETI) di Sumbar saat ini diperkirakan mencapai 200 hingga 300 titik.
“Kerugian negara akibat PETI ini diperkirakan mencapai Rp9 triliun. Dampaknya tidak hanya pada aspek material saja,” jelasnya.
Aktivitas PETI juga berdampak pada lingkungan, area pertanian masyarakat, dan kualitas air sungai, hingga kesehatan warga.
Atas dasar itu, menurutnya, pembentukan WPR akan menjadi solusi legalisasi yang terkontrol, baik dari ekonomi, legalitas maupun lingkungan.
Saat ini, sebutnya, Pemprov Sumbar telah mengusulkan sebanyak 15 zona WPR dengan 56 blok ke Kementerian ESDM, lokasinya tersebar di enam kabupaten,
Lokasi itu yakni Kabupaten Solok Selatan. Dharmasraya, Pasaman, Pasaman Barat, Sijunjung, dan Solok.
Helmi menyebut, berdasarkan hasil diskusi pemprov dengan seluruh unsur Forkopimda dan sejumlah pihak terkait lainnya, disepakati sejumlah rencana kebijakan.
“Yakni, pembentukan Satgas penertiban PETI, percepatan pembentukan WPR dan mengoptimalkan sosialisasi kepada masyarakat,” pungkasnya. (dpg)
