Padang, Amakomedia.com – Akademisi Unand, Asrinaldi mengatakan ada empat aspek yang perlu dievaluasi KPU Sumbar dan jajarannya untuk pilkada.
Adapun Empat aspek itu disebut Asrinaldi berdasarkan hasil pengamatan dirinya saat KPU di Sumbar laksanakan tahapan pilkada 2024 kemarin.
“Empat hal yang jadi bahan evaluasi bagi penyelenggara pemilu di Sumbar yakni aturan hukum, partai politik, penyelenggara, terakhir masyarakat,” ungkap Asrinaldi.
Ini diungkapkan Asrinaldi saat jadi pembicara dalam rapat koordinasi daerah evaluasi pilkada 2024, di Padang, Minggu (19/1/2025),
Dari aspek aturan hukum, Ia menerangkan, bila aturan hukum jadi dasar dari proses demokrasi, tidak mungkin demokrasi itu tanpa aturan.
“Jika peraturannya ada, maka harus dilaksanakan secara konsisten dan sanksinya harus ditegakkan,” papar Asrinaldi.
Namun, sebut dia, faktanya tidak seperti itu, apalagi parpol justru mencari celah untuk bermain dalam aturan yang ada itu.
Kemudian aspek parpol, menurut akademis ini, bahwa parpol menjadi institusi utama dalam proses demokrasi.
“Kalau parpol tidak jalankan fungsinya dengan baik, maka saya meyakini apa yang dikatakan demokrasi di Indonesia juga tidak akan berjalan baik,” ucapnya.
Selanjutnya disinggung aspek penyelenggara pemilu, di mana ditegaskan Asrinaldi tidak berafiliasi dengan parpol atau parsial.
“Tapi faktanya apakah seperti itu? Sejak parpol membaca pengaruhnya dalam pemilihan komisioner, sulit melepaskan eksistensinya pada komisioner,” tukasnya.
Dia melanjutkan, pengaruh seperti tidak hanya tingkat nasional, namun juga pada tingkat DPR.
Rezim parpol hari ini, jelasnya hampir semua memasuki elemen-elemen politik atau proses politik di Indonesia, baik langsung maupun tidak langsung.
“Akibatnya akan sulit bagi kita berbicara tentang kemandirian, imparsialitas dan profesionalitas,” ujar Asrinaldi lagi.
Ini menurutnya, gambaran yang dirasakan saat ini, apalagi kalau pemilihan kepala daerah itu dilakukan oleh DPRD?
“Nah, gimana perasaan institusi dari lembaga penyelenggara itu? Walau pun dalam UUD 45 menyatakan KPU lembaga mandiri, tapi itu bisa diamandemen,” sarannya.
Sedangkan aspek terakhir yakni masyarakat menurut Asrinaldi banyak instrumen yang harus diperhatikan pada masyarakat sebagai pemilih dari sebuah proses demokrasi.
Hal-hal yang menyangkut praktik money politic, mobilisasi politik, partisipasi dan lainnya yang berhubungan dengan masyarakat patut juga jadi perhatian.
Dia menilai, orang yang tidak berpartisipasi dalam pemilu bukan karena rendahnya kesadaran politik mereka.
“Namun dengan adanya dominasi pengaruh parpol dalam mengarahkan pemilih untuk memilih orang yang tidak disukai apakah bisa dikatakan rendahnya kesadaran politiknya? Menurut saya bukan begitu,” tukasnya.
Sebaliknya, sambung dia, kesadaran politik masyarakat itu sudah tinggi, buktinya masyarakat bisa mengakses informasi apa saja di media sosial termasuk politik baik dilakukan secara formal maupun informal.
“Dengan informasi seperti ini, masyarakat bisa menilai benar dan sesuai ndak, sehingga masyarakat punya pendapat apakah akan memilih atau tidak,” pungkasnya. (*)